Rabu, 08 April 2009

Mendidik Anak, bagaimana baiknya?

Saya termasuk ibu yang cukup galak pada anak-anakku. Disiplin, tapi tidak ingin anak-anak jadi kurang gaul. Jadi, walaupun anak-anak bebas bermain tetap harus patuh pada waktu makan, waktu istirahat, dan terutama waktu mengaji dan sholat. Saya ingin anak-anak jadi berani, dalam arti berani mengeluarkan pendapat, berani membela diri, berani bertanggung jawab, berani apa saja asal tidak berani kepada orang tua. Waduh!...
Kalau bapaknya anak-anak cenderung kalem dan memberi kebebasan lebih pada anak-anak. Tapi kalau sudah marah seperti singa. Kata Diki yang suka baca komik, mungkin bapak punya ilmu "senggoro macan", hehehe. (Rupanya Diki kapok karena sepedanya pernah dibanting, gara-gara ban-nya bocor dan Diki tidak segera membawanya ke bengkel. Akhirnya paham juga bahwa bapak ingin anaknya bertanggung jawab dan tidak tergantung pada orang lain). Eh, teman-teman Diki yang baru sekali ketemu bapaknya biasanya berkomentar kalau bapaknya Diki tampangnya serem, galak seperti preman, dan lain-lain. Setelah kenal biasanya komentar mereka berubah 180 derajat. Kenyataannya bapaknya Diki memang baik dan toleran.
Kembali ke laptop, eh, ke persoalan mendidik anak... Saya punya keyakinan bahwa setiap orang tua belajar mendidik anak dari cara orang tua mereka masing-masing mendidik anak-anaknya. Kemudian membandingkan dengan cara orang lain (panutan) yang dianggap baik, belajar dari buku-buku, belajar dari pengalaman diri sendiri dan orang lain, menggabungkan dengan keyakinannya sendiri dan selanjutnya memberlakukan cara yang khas pada anak-anaknya. Tidak ada jaminan bahwa satu cara tertentu lebih baik daripada cara yang lain. Mungkin ada cara yang ideal, tapi sangat mungkin susah mengkondisikan. Sering dijumpai orang tua yang sangat keras/disiplin dalam mendidik anak, hasilnya ada yang baik, tapi ada juga anak hasil didikan keras yang selalu berusaha lari dari kondisi keras/disiplin itu. Ada juga orang tua yang kalem dalam mendidik anak. Hasilnya, si anak jadi merasa bertanggung jawab pada diri sendiri atau sebaliknya si anak jadi pemalas. Jadi bingung, harus keras atau kalem kalau semua bersifat coba-coba.
Saya sendiri merasa cukup beruntung, anak-anak cukup berprestasi di sekolah, disiplin sholat lima waktu, Diki sudah khatam Qur'an dua kali, Nanin yang baru kelas dua SD sudah sampai juz 10 dan sudah bisa membantu cuci piring, dan semua piawai naik sepeda. Maaf... naik sepeda aku pandang hebat karena sampai umur kepala empat ini aku masih belum bisa naik sepeda, gara-gara dulu sering dilarang ortu yang khawatir kalau anaknya jatuh, hehe. Tapi saya tidak menyesal karena saya punya keyakinan juga bahwa setiap orang tua selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Nah... Dengan hasil yang saya dapatkan, apakah ini berarti bahwa cara saya mendidik anak adalah terbaik? Tentu saja tidak!. Saya juga coba-coba, biarin aja kalau ada yang koment "buat anak kok coba-coba!".
Kata Diki, semakin banyak mencoba dan membandingkan tentu semakin mengerti, dan akhirnya pikiran tidak terkungkung pada satu hal saja yang dianggap ideal. (sekali lagi --dianggap ideal--). Oooo lhadalah, itu karena Diki sedang belajar beberapa operating system, dia tidak suka kalau pakai jendela melulu, ingin pintu yang lain. Ah... jadi ngelantur nih!


(maaf, gambarnya tidak sesuai topik cerita, itu gambar diki yang sedang bingung mengkoneksikan internet dari axioo dengan igos nusantara melalui dku5 dan nokia 6225, kalau dari jendela dia sudah mahir)

Cerita lain tentang Diki dan Nanin ada juga di sini.

Dan akhirnya, tentang mendidik anak, bagaimanakah baiknya???

5 komentar:

Elsa mengatakan...

hhm. emang susah ya Bu Noor, mendidik anak. soalnya gak ada rumusnya. gak ada buku panduannya, kalo anak begini harus di perlakukan begini, trus masalah selesai. hehehehe...kalo gitu kan enak ya? soalnya setiap anak berbeda. tidak pernah bisa disamakan. meskipun lahir dari rahim yang sama, tapi semuanya berbeda. MasyaAllah....Subhanallah, itulah kebesaran Allah.

AFRIANTI.NET mengatakan...

Alhamdulillah..... anak2 ibu sangat baik. Dalam hal baca Al-qur'an aja dah lumayan kan... Oya... sebetulnya adakalanya kita dalam mendidik anak penuh dengan kelembutan, namun adakalanya jg anak dididik dengan tegas. Tinggal tergantung kita kapan kita besikap tegas dan kapan kita bersikap lemah lembut. Namun sebisa mungkin kita bersikap sabar degan segala macam sifat anak. Duh maaf jadi menggurui hehe.....

Bu Noor's Diary mengatakan...

buat bu Elsa: artinya harus diperuat dengan doa ya bu?
buat bu upik: bener juga, harus sabar, seperti orangtua kita dulu yang dituntut harus sabar menghadapi kita

hani mengatakan...

Kebetulan cara saya mendidik anak mirip seperti bu Noor. Tegas dan disiplin. Menurut saya hidup itu harus teratur.
Sekarang mereka sudah dewasa, dan terlihat tertib, tapi tetap terbuka dan hormat ke ortu (mudah2an seterusnya).
Hanya saja ... soal sholat, masih
harus diingatkan. He2....
Soal do'a ibu, nampaknya sepanjang hayat kita yaa Bu, kita selalu berdo'a untuk anak2. Kapanpun ...

ties mengatakan...

salam kenal... saya suka anak2.. hehe.. mendidik mereka, dan yg paling menyengankan adalah ketika mereka bisa apa yg diajarkan walau hanya hal kecil.. :)

Posting Komentar